AYSEL by Emre Mehmet



AYSEL
Penulis: Emre Mehmet |Editor: Agoes |Jakarta: 2016| Cetakan I
152 Halaman| 13 cm x 19 cm
Desain Sampul: Oesman |Penata Letak: Reza
Penerbit: Euthenia
ISBN 978-602-396-006-2
Harga Rp 32.500

Ini tentang cinta pertama, perpisahan, kehilangan, persahabatan, kenangan, ingatan dan Aysel.

Kehadiran gadis kecil berusia 6 tahun tersebut menjadi sebuah teka-teki bagi Iskender, seorang lelaki yang begitu setia dengan cintanya.

Bukan tanpa alasan, sahabatnya, Ziyadh dan Beelah mengadopsi dan menitipkan Aysel pada Iskender selama mereka pergi ke Paris. Hingga teka-teki itu terpecahkan, masa lalunya adalah jawaban.

Siapa Aysel...gadis kecil bermata malaikat yang kehadirannya memberi berkah bagi semua yang merasa dekat.


Review:
Secara keseluruhan, novel ini memiliki 6 tokoh utama di dalamnya. Iskender Berk, sebagai tokoh utama: seorang pengusaha, lajang, kaya raya, namun tidak begitu perasa.
Dalam kehidupannya yang biasa-biasa, tiba-tiba Iskender dipertemukan dengan Aysel Xaviera, seorang perempuan yang mampu menarik perhatian Iskender sampai-sampai ia harus mengakhiri hubungan asmara dengan pacarnya (Sevgi) yang sudah beberapa tahun mendampinginya. Iskender dipertemukan dengan Aysel oleh kedua sahabatnya, sepasang suami istri bernama Ziyadh dan Beelah. Pada pertemuan pertama dengan Aysel, Iskender masih merasa canggung dan tidak tau apa yang harus ia perbuat untuk menghabiskan waktu bersama Aysel. Hingga akhirnya ia meminta bantuan sahabatnya yang lain, Adem.
Beberapa hari berlalu, kedekatan Iskender dan Aysel pun mulai terjalin. Bahkan tanpa dibantu oleh Adem pun, ternyata Aysel mampu membuka hati Iskender untuk menjadi seorang lelaki yang lebih perasa, menjadi seorang lelaki yang sadar bahwa dirinya memiliki rasa sayang yang besar terhadap seorang perempuan--suatu rasa yang sudah lama tidak Iskender miliki walaupun sebelumnya ia memiliki seorang kekasih. Ketika tiba saatnya Aysel harus kembali meninggalkan Iskender, ada rasa sedih yang begitu besar dirasakan oleh Iskender. Belum sampai ia merelakan Aysel yang harus pergi, rasa rindu akan kehadiran sosok Aysel dalam hidupnya sudah sangat dirasakan oleh Iskender.
Sampai ketika Aysel benar-benar harus pergi, frustasi akan rasa rindu dan kehilangan seseorang membuat hidup Iskender mulai kacau. Iskender menangis. Kehadiran Aysel dalam dirinya telah membuat Iskender mampu melihat kenyataan. Seorang lelaki yang tangguh menjadi begitu rapuh hatinya karena perkenalannya dengan Aysel, seorang gadis yang berhati besar, yang bijak dan berpikiran dewasa, seorang gadis yang tidak memiliki orang tua namun tidak pernah kehilangan kasih sayang, seorang gadis yang menyadarkan Iskender tentang banyak hal.

Kesan pertama yang terlintas ketika melihat gambar pada cover buku-yang berlatar belakang sebuah bangunan bergaya Mediteranian dan sesosok perempuan kecil tampak belakang- membuat kesan bahwa novel ini memang bercerita mengenai kisah kehidupan seorang anak perempuan yang tinggal di wilayah Turki dst. Namun ternyata, kisah si tokoh anak dalam novel ini kurang diceritakan secara mendalam.

Pada halaman-halaman pertama, beberapa kata dan kalimat dituliskan dengan menggunakan bahasa Turki, yang lengkap dengan artinya dalam bahasa Indonesia. Hal ini merupakan suatu nilai lebih yang dapat diberikan kepada penulis, karena pebaca yang belum pernah mempelajari bahasa Turki bisa sedikit demi sedikit mempelajarinya dari novel ini, terutama untuk kata-kata yang sering digunakan dalam keseharian. Di sisi lain, ada nilai lebih juga yang dapat diberikan kepada penulis, karena jika pembacanya sendiri pernah tinggal di Turki dan menguasai bahasanya, ada nilai kedekatan yang dapat dirasakan antara pembaca dan penulis.
Namun sayangnya, pengalihan bahasa Turki ke bahasa Indonesia di halaan-halaman selanjutnya tidak semua dapat dipahami, karena penulis membiarkan adanya beberapa kata dalam percakapan antar tokoh yang tidak ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Bisa jadi memang ada beberapa kata dalam bahasa Turki yang sudah diterjemahkan pada halaman-halaman awal, tapi pembaca juga bisa lupa arti harfiahnya, dan mungkin malas untuk membolak-balik halaman depan dari novel ini sekedar untuk mencari arti dari kata-kata yang belum dapat dipahami.

Selain mengenai bahasa, penulis juga sepertinya ingin membangun setting Turki dengan menjabarkan beberapa makanan khas Turki secara detail. Suatu hal yang dapat diapresiasi. Namun sayangnya, penulis sepertinya lebih mengutamakan pendeskripsian detail untuk membangun setting Turki pada benak pembaca dengan menggunakan makanan khasnya, dibandingkan dengan deskripsi tokoh (perawakan, gaya berbusana, gaya bicara, atau kebiasaan lainnya), letak geografis atau bangunan bersejarah, atau tempat wisata yang ada di Turki.

Tidak ada tokoh yang dominan disukai pada novel ini, semua tokoh memiliki karakter yang kurang begitu kuat digambarkan oleh penulis. Penggambaran situasi dalam novel ini juga belum ada yang mengena, mungkin karena kurang jelasnya deskripsi akan setting tempat dan penggambaran perasaan dari tokoh yang kurang begitu dijabarkan oleh penulis.
Pada halaman awal dan akhir di novel ini, terdapat kutipan dari Jalaluddin Rumi, seorang pujangga asal Turki:
Meskipun aku diam tenang bagai ikan, Tapi aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan.
Ini adalah sebuah rahasia, Jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.

Kutipan tersebut baru bisa diartikan setelah selesai membaca novel ini dari awal hingga akhir.

Rating: * dari *****

Comments

Post a Comment