KILLJOY
TEROR DAN CINTA DI PEGUNUNGAN
Penulis: Julie Garwood |Penerjemah: Sylfentri |Penyunting: Jantje
524 Halaman| 12.5 x 19 cm
Penerbit: Dastan Books
April 2012
ISBN 978-602-9267-83-9
Avery Delaney, seorang analis di FBI, berusaha untuk melupakan masa lalunya yang suram. Ia ditinggalkan oleh ibunya ketika baru berumur tiga hari, sehingga ia diasuh oleh nenek dan bibinya, Carolyn. Ketika Avery berusia dua belas tahun, ibunya kembali bersama seorang kriminal untuk membawanya pergi. Upaya itu gagal, namun nenek Avery tewas dan Avery sendiri tertembak sehingga hampir kehilangan nyawa. Pengalaman traumatis ini membuat Avery memutuskan untuk menjadi penegak hukum.
Sementara itu, John Paul yang sudah lama melacak keberadaan Monk menemukan jejak pembunuh itu dan memutuskan untuk mengejarnya. Monk ternyata sudah menyandera tiga wanita yang salah satunya adalah Carolyn. Ketika sedang melacak keberadaan bibinya, Avery bertemu dengan John Paul dan memutuskan untuk menerima bantuan laki-laki itu. Ketegangan dalam pencarian dan waktu yang sempit membuat Avery sangat bergantung pada John Paul sehingga ia mulai merasakan perasaan yang berbeda terhadap kebersamaan mereka. Di lain pihak, John Paul yang pada awalnya bersikap dingin, mulai merasakan perasaan protektif yang berlebihan terhadap Avery. Namun, Avery memiliki rahasia kelam yang terus menghantuinya yang menyebabkannya tidak mau berkomitmen sampai sekarang. Di tengah gejolak perasaan yang terjadi di antara mereka, Avery dan John Paul harus berburu dengan waktu untuk menyelamatkan Carolyn dan sandera lainnya.
Berhasilkah mereka berdua menemukan dan membebaskan para sandera dengan sedikit waktu yang ada? Apakah sebenarnya motif Monk menyandera Carolyn? Dan apakah Avery dan John Paul berhasil bersatu setelah semua yang mereka alami?
Review:
Killjoy merupakan buku pertama dari Julie Garwood yang saya baca. Hal pertama yang membuat saya tertarik untuk membaca buku ini adalah karena mendapat predikat The #1 New York Times Bestselling Author. Jika melihat gambar pada sampul depan novel yang menampilkan suatu rumah yang cukup besar di antara pegunungan dan sungai yang berbatu, tampilan sampul ini cocok untuk menggambarkan judul buku dalam terjemahan bahasa Indonesia: Teror dan Cinta di Pegunungan. Benar saja, setelah selesai membaca, memang setting utama dari cerita dalam novel ini adalah di sebuah rumah yang terdapat di pegunungan.
Membahas mengenai jalan cerita, Julie Garwood dengan fokus menuangkan ide-ide penceritaannya secara runut, tertib dari awal hingga akhir cerita. Dalam tulisannya, Julie Garwood menceritakan perjuangan Avery untuk dapat bertemu kembali dengan bibinya dalam keadaan hidup.
Berawal dari rencana liburan Avery dan bibinya Carrie, dengan penerbangan terpisah, mereka berjanji untuk bertemu pada waktu yang sama di sebuah resort spa yang sangat terkenal bernama Utopia. Carrie berangkat lebih dahulu dari Avery, yang artinya Carrie akan lebih dulu sampai di tempat tujuan dan hanya perlu menunggu hingga Avery sampai di Utopia. Sesampainya di bandar udara tujuan, Carrie meninggalkan pesan suara untuk Avery melalui telepon genggamnya, menyampaikan bahwa ia sudah sampai di bandar udara dan sudah ada pihak yang menjemputnya dari Utopia.
Keberangkatan Avery menuju Utopia bisa dibilang tidak mengalami kendala, sampai ia tiba di Utopia dan mendapatkan informasi bahwa reservasi atas nama dirinya dan bibinya sudah dibatalkan. Avery sempat tidak mempercayai informasi tersebut, apalagi dengan pesan suara yang ia terima dari bibinya yang mengatakan bahwa ia sudah sampai dan sudah dijemput oleh staff resort menuju Utopia.
Kebingungan Avery kemudian berubah menjadi kepanikan, ketika ia menerima telepon misterius yang mengatakan bahwa nyawa Carrie dalam bahaya, dan jika Avery ingin Carrie selamat, maka ia harus menuruti perintah dari si penelepon misterius tersebut. Sebagai seorang gadis yang pemberani dan tangkas, tentunya ia tidak takut akan hal apapun. Avery yakin dapat menemukan Carrie dengan berusaha sendirian. Namun ternyata, yang bisa jadi sebenarnya merupakan suatu keberuntungan, Avery terpaksa harus menjalani teror tersebut bersama seorang pemuda bernama John Paul, yang baru aja ditemuinya di Utopia.
Latar belakang John Paul perlahan mulai diketahui oleh Avery, yang membuat ia kemudian merasa percaya bahwa John Paul bisa ia andalkan untuk membantunya menemukan Carrie.
Di tempat terpisah, Carrie mulai menyadari bahwa dirinya dalam bahaya, begitu juga dengan keponakan yang ia cintai. Dengan situasi yang sedai ia hadapi, Carrie harus menggunakan kepintarannya untuk dapat menyelamatkan dirinya dari penjahat yang menawannya.
Avery dan Carrie sama-sama berusaha untuk dapat selamat dan dapat bertemu kembali, namun komplotan penjahat yang mereka hadapi adalah bukan orang-orang sembarangan. Komplotan yang terdiri dari seorang pembunuh bayaran berdarah dingin dan seorang sosiopat.
Ketika membaca halaman per halaman dari buku ini, bisa jadi tidak begitu sulit untuk menebak siapa aktor utama yang mendalangi semuanya, karena Garwood sudah membukanya sejak awal siapa tokoh antagonis utama dalam novel ini. Namun yang menarik adalah justru teryata sang tokoh antagonis tidak hanya memiliki satu motif utama hingga berani untuk mencoba menghabisi nyawa orang-orang terdekatnya.
Walaupun cukup puas dengan cerita akhir dari novel ini, namun ada beberapa hal yang masih ingin diketahui lebih lanjut, yaitu mengenai bagaimana tertangkapnya tokoh antagonis utama dengan sekutunya.
Ketika dalam tawanan, Carrie yang juga bersama korban lainnya sama-sama menerima surat yang berisi teror dari si pelaku, namun sayangnya ada surat yang ditujukan untuk salah seorang korban penyanderaan yang tidak dijelaskan oleh penulis.
Rating: ***** dari *****
Comments
Post a Comment