MATA HARI
Penulis: Paulo Coelho |Alih Bahasa: Lulu Wijaya
Jakarta: 2016
192 Halaman |20 cm
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN 978-602-03-3613-8
Dalam novel terbarunya ini, Paulo Coelho, penulis buku terlaris Sang Alkemis, menghidupkan kembali cerita tentang salah satu wanita paling misterius dalam sejarah; Mata Hari.
Ketika tiba di Paris, Mata Hari tidak memiliki uang sepeser pun, tetapi dalam beberapa bulan saja dia telah menjadi wanita paling terkenal di kota itu.
Sebagai penari, dia membuat para penontonnya syok dan berdebar-debar; sebagai wanita penghibur, daya tariknya membius pria-pria paling kaya dan berkuasa pada zaman itu.
Tetapi ketika perang melanda, paranoia menyelimuti seantero negeri. Gaya hidup Mata Hari membuat dia dicurigai. Pada tahun 1917, dia ditangkap di kamar hotelnya di Champs Elysees dan dituduh melakukan kegiatan mata-mata.
Disampaikan dalam suara Mata Hari melalui surat terakhirnya, novel Mata Hari merupakan kisah tak terlupakan tentang wanita yang berani melawan arus pada zamannya dan mesti membayar mahal untuk semua itu.
Review:
Penulisan novel ini diangkat dari peristiwa-peristiwa nyata yang dialami oleh seorang perempuan yang lahir dengan nama Margaretha Zelle. Alur penulisan pada novel ini memiliki alur mundur, dan disadur dari dua sisi penceritaan yang keduanya berasal dari dokumen berupa kumpulan catatan pribadi berupa surat yang ditulis dan ditujukan ke tokoh utama.
Cerita dimulai dari sebuah tempat yang merupakan sebuah sel di dalam penjara Saint Lazare, yang kemudian menjadi salah satu tempat terakhir yang didiami oleh Mergaretha Zelle. Di awal cerita, beberapa orang datang ke sel Margaretha, yang rupanya merupakan suatu kedatangan untuk menjemput dan membawa Margaretha ke tempat eksekusi. Sebuah awal yang sedih. Cerita hidup sang tokoh utama berakhir pada awal penceritaannya di buku ini.
Kemudian pada bab berikutnya, kisah hidup Margaretha barulah dimulai.
Bisa dibilang Margaretha Zelle merupakan salah seorang yang semasa hidupnya selalu menjadi korban. Walaupun kedua orang tuanya selalu berusaha untuk bisa memberikan kehidupan yang layak baginya, namun Margaretha tidak bisa menjadi seperti apa yang ia inginkan. Masuk ke sekolah pilihan orangtuanya, yang sebetulnya ia sendiri pun tidak tau apakah ia memang berminat untuk bersekolah disana atau tidak, ternyata membawa petaka baginya. Margaretha mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolahnya selama ia menempuh pendidikan.
Berusaha lari dari beban psikologis yang ia alami karena menerima pelecehan tersebut, Margaretha pun kemudian menerima lamaran dari seorang lelaki yang bertugas di Indonesia. Harpan untuk dapat memperoleh kehidupan yang bebas dan menyenangkan di Indonesia ternyata hanyalah mimpi. Kehidupan Margaretha selama mengikuti suaminya ke Indonesia sangatlah menyedihkan. Harus menghadapi suami yang keras, kasar, dan gemar berselingkuh. Selain itu ia juga harus menerima perlakuan tidak pantas dari lelaki yang berstatus sebagai suaminya tersebut. Kebebasan yang ia idam-idamkan selama ini ternyata jauh untuk digapai. Hidup di Indonesia membuat ia menjadi semakin tertekan.
Akhirnya Margaretha memutuskan untuk pergi dari Indonesia, meninggalkan suaminya. Pemikiran itulah yang membuat ia tidak ingin lagi menjadi seorang Margaretha Zelle, dan kemudian Mata Hari adalah nama yang ia pilih sebagai nama dirinya untuk diperkenalkan kepada kehidupan barunya sebagai seorang perempuan yang bebas, merdeka, terkenal, percaya diri dengan kecantikannya, dan mampu menarik perhatian semua orang. Menjadi seorang Mata Hari membuat ia kenal dengan banyak orang kaya yang terkenal. Ia bahagia.
Namun kemudian kebahagiaan yang pernah ia rasakan tersebut secara perlahan mulai menghilang, seiring dengan karirnya yang mulai redup, ketuaannya yang mulai nampak, dan mulai bermunculannya penari erotis lain pengganti dirinya. Keadaan tersebut membuat Mata Hari tidak dapat lagi memanjakan diri dengan gaya hidupnya yang mewah dan berlebihan, sehingga ia harus mencari cara untuk mendapatkan kebahagiaannya kembali.
Namun sekali lagi, usaha Mata Hari untuk dapat hidup bebas seperti yang ia inginkan harus dibayar mahal..
Sejak awal terbitnya, saya langsung membeli novel ini, karena seperti yang sudah diinformasikan sebelumnya bahwa latar dari cerita pada novel ini adalah bertempat di Indonesia. Namun ternyata, Indonesia sendiri hanya disebutkan sekilas dan kurang spesifik.
Berbeda dengan ketika membaca karya Paulo Coelho yang lain, saya sampai harus membaca dua kali hingga mengerti dan menjadi tertarik secara emosional dengan tokoh utama dalam novel ini. Dengan cara penulisan seperti catatan pribadi, seharusnya emosi saya sebagai pembaca lebih cepat terhanyut, namun saya kurang merasakan sentuhan tangan Paulo Coelho di dalamnya. Untuk cara penulisan dan ketertarikan emosi, saya lebih suka ketika membaca The Zahir atau By The River Piedra I Sat Down and Wept.
Namun rasanya tidak tepat jika saya tidak menempatkan buku ini sebagai novel yang pernah saya baca dengan rating yang tinggi. Karena walaupun saya kurang menyukai cara penceritaannya, namun pendalaman riset yang telah dilakuan oleh Paulo Coelho tentunya dapat diacungi jempol. Selain itu di beberapa halaman terakhir pada novel ini, Paulo Coelho memberikan beberapa referensi mengenai kisah hidup Mata Hari, yang kemudian membuat saya tertarik untuk membaca referensi tersebut.
Satu lagi nilai tambah yang saya peroleh dari buku ini adalah saya menjadi lebih dapat mengenal sosok Paulo Coelho yang saya kagumi, karena di bagian belakang novel ini ada catatan singkat tentang penulis. Paulo Coelho yang pernah menantang maut, lolos dari kegilaan, mencoba narkoba, mengalami penyiksaan, bereksperimen dengan sihir dan alkimia, mempelajari filsafat dan agama, membaca sebanyak-banyaknya, kehilangan dan memperoleh kembali imannya, merasakan kepedihan dan kenikmatan cinta--membaca catatan tersebut saya langsung mengulang kembali ingatan ketika membaca karya-karya dari Paulo Coelho lainnya yang sudah saya baca, yang memang sepertinya terinspirasi dari kisah kehidupannya sendiri.
Terdapat bagian yang saya kutip dari novel ini yang menarik untuk direnungkan:
"Bunga mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang abadi: keindahan mereka, bahkan juga fakta bahwa mereka pasti akan layu, karena mereka masih akan memberikan benih baru..
Segala sesuatu berlalu, menjadi tua, mati, dan terlahir kembali."
Rating: ***** dari *****
Comments
Post a Comment