THE FAULT IN OUR STARS by John Green



THE FAULT IN OUR STARS
Penulis: John Green |Alih Bahasa: Ingrid Dwijani Nimpoeno |Penyunting: Prisca Primasari
424 Halaman| 20,5 cm
Penerbit: Qanita
2014
ISBN: 978-602-1637-39-5

Meski keajaiban medis mampu mengecilkan tumornya dan membuat Hazel bertahan hidup beberapa tahun lagi, Hazel Grace tetap putus asa. Hazel merasa tak ada gunanya lagi hidup di dunia. Namun, ketika nasib mempertemukannya dengan Augustus Waters di Grup Pendukung Anak-Anak Penderita Kanker, hidup Hazel berubah 180 derajat.

Mencerahkan, berani, dan menggugah, The Fault in Our Stars dengan brilian mengeksplorasi kelucuan, ketegangan, juga tragisnya hidup dan cinta.


Review:
Kisah ini menceritakan kehidupan seorang gadis remaja berusia 16 tahun yang harus bergantung pada alat kesehatan untuk membuatnya mampu bertahan hidup. Hazel Grace, di usianya yang sangat belia sudah divonis mengidap kanker yang mengakibatkan paru-parunya terendam air. Hal tersebut membuat Hazel memiliki banyak keterbatasan dalam hidupnya. Meskipun memiliki ayah dan ibu yang sangat mencintai dan beberapa teman yang peduli padanya, Hazel tetap merasa hidupnya sangat tidak berarti dan hanya menunggu kematian datang menjemputnya.
Setelah serangkaian pengobatan yang ia jalani, dirinya ternyata mendapatkan keajaiban medis yang membuat Hazel mampu hidup lebih lama dari yang sebelumnya sudah diperkirakan.
Hari-hari Hazel dihabiskan di rumah untuk tidur, karena secara medis diyakini bahwa tidur mampu memerangi kanker. Kegiatan lain yang dijalaninya secara rutin adalah datang ke perkumpulan grup pendukung anak-anak penderita kanker, dimana setiap anggotanya adalah anak-anak usia belasan tahun yang juga mengidap kanker dengan jenis yang berbeda-beda. Walaupun dijalani dengan setengah hati, dengan dorongan dari ibunya, Hazel tetap secara rutin datang ke perkumpulan tersebut untuk mendengar kisah-kisah dari anak-anak lain penderita kanker, dan terkadang ia ikut berbagi mengenai kisahnya.
Dalam perkumpulan tersebut, seseorang yang Hazel anggap sebagai teman adalah seorang lelaki berusia sebaya dengannya, bernama Isaac. Isaac menderita kanker yang membuatnya kemudian kehilangan penglihatannya secara permanen.
Kemudian pada suatu hari, Isaac mengundang sahabatnya yang bernama Augustus Waters yang juga pernah mengidap kanker, untuk datang ke perkumpulan tersebut. Hari itu menjadi hari pertama Hazel dan Augustus bertemu, yang kemudian menjadi hari yang mampu merubah kehidupan Hazel.
Semenjak bertemu dengan Augustus, Hazel menjadi seseorang yang menjadi lebih bersemangat dan memiliki motivasi dalam setiap hal yang sedang ia jalankan. Augustus menjadi penyemangat hidup bagi Hazel. Mereka berdua saling menyukai satu sama lain, dan kemudian saling jatuh cinta.
Perkenalan dan pertemanan yang singkat rupanya mampu menghadirkan banyak kisah dan pengalaman baru yang Hazel dan Augustus dapatkan bersama-sama. Hal tersebut semakin menguatkan perasaan cinta yang ada dalam hati Hazel dan Augustus.
Hingga pada suatu hari, Hazel mendapatkan kejutan yang tidak menyenangkan ketika Augustus mengaku bahwa dirinya kembali mengalami kekambuhan. Sel kanker pada dirinya menyebar dimana-mana, membuat Augustus kemudian mengalami penurunan kondisi fisik secara cepat.
Hal tersebut membuat Hazel sangat terpukul, tidak siap menerima kenyataan karena Hazel berpikir bahwa dirinyalah yang akan meninggalkan Augustus terlebih dahulu untuk selama-lamanya. Namun Hazel tidak ingin menangis di hadapan Augustus, ia tidak ingin membuat Augustus bersedih dan merasa putus asa.
Di satu sisi, dengan kondisi fisiknya yang sangat menurun, Augustus justru semakin ingin memperlihatkan rasa cintanya kepada Hazel, karena ia tidak ingin dilupakan, dan ingin memiliki arti yang besar dalam kehidupan Hazel.
Dan hal tersebut membuat Hazel dan Augustus semakin yakin bahwa bintang-bintang yang ada dalam kehidupan mereka berdua semakin sulit dan tidak bisa untuk membentuk suatu kontelasi.

Buku ini Saya dapatkan setelah Saya menonton filmnya di layar lebar. Cerita yang sama, namun dengan pengalaman penerimaan yang berbeda. Saya jauh lebih menyukai cerita dalam bentuk teks ini daripada dalam bentuk audio-visual yang disajikan dalam sebuah film. Keduanya bagus, namun Saya lebih suka memanjakan sisi imajinatif Saya ketika membayangkan rupa tokoh, setting, dan lainnya ketika penulis hanya menyajikannya dalam bentuk teks.

The Fault in Our Stars menyajikan keunggulan yang dimiliki penulisnya dalam hal riset yang mendalam dalam dunia kesehatan, sesuai dengan tema cerita yang penulis angkat, yaitu mengenai kanker, pengobatan, perkumpulan pendukung, dan lain sebagainya. Walaupun pada catatan penulis menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang bersifat fiktif dalam buku ini, seperti penyakit dan pengobatannya, hal tersebut tidak membuat penilaian Saya berkurang sedikit pun dari usaha yang dimiliki penulis untuk dapat menyajikan cerita dengan jalan cerita yang sangat baik.

John Green juga memiliki kekuatan lain dalam menjabarkan kekuatan karakter dari setiap tokoh utama yang ada dalam novel ini. Walaupun untuk beberapa tokoh pendamping tidak dijelaskan secara terperinci mengenai tampilan fisiknya, namun penggambaran melalui dialog dapat menonjolkan karakteristik beberapa tokoh tersebut. Dan berbicara tentang karakteristik tokoh yang paling Saya sukai tentunya adalah Augustus Waters. Seorang lelaki remaja yang optimis, percaya diri, cerdas, periang, dan memiliki sifat penyayang yang ia tunjukkan dengan cara-cara yang jauh jika disebut romantis, namun justru berkesan sangat romantis.

Dalam buku ini juga John Green menyajikan banyak sekali percakapan yang mengandung unsur metafor, yang di satu sisi bisa menjadi keunggulan lain yang dimiliki oleh penulis. Namun karena Saya membaca versi terjemahan dari The Fault in Our Stars ini dalam Bahasa Indonesia, sehingga metafor-metafor yang diterjemahkan tersebut terkadang menjadi hal yang mengganggu. Tapi sekali lagi, hal ini tidak mengurangi nilai yang Saya berikan terhadap The Fault in Our Stars.

Satu hal lain yang menurut Saya menjadi kekuatan utama yang dimiliki John Green dalam menyajikan jalan cerita adalah berkaitan dengan tokoh utama. Hazel Grace yang memiliki sudut pandang orang pertama dalam cerita ini, diyakini sebagai tokoh utama dalam The Fault in Uur Stars. Namun dalam hati Saya sebagai pembaca, tokoh utama The Fault in Our Stars ini justru adalah Augustus Waters sendiri karena Augustus lah yang sangat membentuk jalan cerita dalam kehidupan Hazel yang semula biasa-biasa saja dan hampir membosankan, menjadi penuh warna, bahagia, haru, dan sekaligus sedih. Kehadiran Augustus juga membuat beberapa tokoh lain dalam cerita ini menjadi memiliki cerita yang lebih hidup.

Cerita ini membuat Saya menjadi lebih mensyukuri kehidupan yang Saya peroleh, dan mendorong Saya untuk terus menjadi pribadi yang kuat, yang mampu memerangi setiap hal untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Baik untuk diri sendiri, dan baik untuk setiap orang yang saya cintai.

Sangat inspiratif.


Rating: ***** dari *****

Comments